“ DREAM HIGH “ Di bawah Langit Biru dan Damainya Kampus Biru Aku Bermimpi
Cerpen Edisi RemajaKu
“Ummu Salamah RMI”
Hai.. aku Umu,
seorang mahasiswi Jurusan PAI disebuah Universitas swasta di makassar. Kini aku
sudah berada di semester V. Hari-hariku begitu kurasakan banyak yang berbeda
sejak semester awal hingga saat ini. Aku tak memiliki kemampuan untuk menulis,
tapi aku selalu ingin mencobanya. Nah untuk kesempatan kali ini aku akan
menceritakan kehidupan kampusku disemester ini. Banyak hal unik yang mulai
kurasakan.
Sudah sepekan
perkuliahan mulai berjalan. Tapi aku masih belum bisa berpartisapasi di
dalamnya karena keterlambatanku kembali kemakassar setelah libur panjang
semester. Hari ini tepatnya pekan kedua perkuliahan berjalan aku sudah bisa
berpartisipasi. Sudah tidak sabar aku memasuki gerbang kampus dan bertemu
dengan teman-temanku. Entah kenapa aku begitu canggung ketika akan berhadapan
dengan teman-temanku nanti. Mugkin karena sudah lama tidak bertatap muka.
Setelah memasuki gerbang kampus betapa bahagianya hatiku ketika disambut dengan
hangat oleh sahabat-sahabatku.
“umu,.. i miss you ..kamu kok berubah banget, cara berjilbab
kamu juga udah feminim”. Kata Anty sahabatku yang punya kepribadian polos tapi
sangat lucu.
“ Ha... masa sih ??
perasaan biasa saja deh” jawabku santai tapi tersipu malu karena memang aku
membenarkan apa yang dikatakan sahabatku ini.
“Iya
umu beda banget loh, tapi ngomong-ngomong mana oleh-olehnya nih..?”. pintai
inha, sahabatku yang kadang usil tapi unik. “ Duuh Umu kok pipimu tambah tembam
siih”. Keluh Mba’e Rafi’ah. Karena usianya yang lebih tua dariku makanya ku
memanggilnya Mba’e. Dia sahabatku yang paling suka koment terhadap perubahan
dalam diriku, baik dan sangat lucu.
“Ku
Kangeeeennn”.
“Eh Umu, narsis banget sih” kata Anty.
“ Maaf Neng, udah Kangen banget sih.” Balasku. Selang beberapa menit dosenku
akhirnya datang juga. Di dalam kelas aku dibuat salah tingkah oleh temanku Muis, dia sering ku panggil
dengan sebutan Abang. Orangnya sangat baik, perhatian dan lucu. “ Umu, tambah
Manis ku lihat”katanya.
“hehe kebalik bang”.bantahku dengan
gaya lebay.
“Awas nanti ada yang suka”. Haa yang
benar saja. Mendengar hal ini membuat otakku berpikir 2x lebih cepat. Duh
jangan sampai deh. Bisa-bisa digosippin yang tidak-tidak nih. Aku hanya
membalas senyuman kepada abang.
Setelah perkuliahan
berakhir, tak ku sangka tugas-tugas sudah begitu angkuh siap-siap untuk
disambut. Dalam benakku apakah tradisi lama masih berlangusng yakni tugas
kelompok akan menjadi beban individu. Dan ternyata dugaanku benar. Berjalan
kurang lebih sebulan pemberian tugas oleh dosen begitu banyak. Rasa bosan mulai
menghampiriku karena tidak pernah ku nikmati indahnya bekerja sama bersama
teman-teman kelompok. Ada rasa benci dengan sifat masa bodoh itu, namun apa
dayaku untuk memarahi mereka. Tenagaq sudah habis untuk menyelesaikan tugas
kuliah dan tak ada lagi kemampuanku hanya untuk menghadapi mereka. Ketika kucoba
menangis dan mengeluh tapi air mataku tak kunjung membasahi pipiku. Padahal
dalam hatiku menjerit pilu yang mendalam. Apakah aku seperti robot buatan
jepang yang hanya diperintah ia akan berjalan sendiri sesuai yang diinginkan.
Tidak rugikah kalian wahai teman-temanku ketika tak ada apa-apa yang kalian
dapat ketika kuliah? Jalan yang ku pilih saat ini adalah mencoba tetap memberi
senyum manis di atas rintihan hatiku.
*****
Ada hal-hal baru
yang mulai kurasakan perbedaannya. Komunikasiku lewat media HP lebih berjalan
lancar dengan teman-teman cowok di kelas seperti Abang Muis, Ustad Zainal, Mas
Bro Mukram dan Mas Satmin. Meski kadang terjalin dengan teman-teman lain namun
yang lebih kurasa dekat hanyalah dengan mereka. Komunikasi yang terjadi
bukanlah hal-hal mubazir jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan meski
sekali-sekali dibarengi dengan lelucon.
****
Dengan penuh
keraguan ku langkahkan kakiku menuju gerbang kampus. Terlihat begitu banyak
mahasiswa beraktivitas dengan berbagai bentuk. Sepanjang perjalanan menuju
tempat dimana kami biasa berkumpul sambil menunggu dosen, aku melihat sekitar
kampus masih begitu tampak ramai padahal waktu telah menunjukkan pukul 18.15
wita. Jadwal kuliahku memang berlangsung setelah shalat magrib. Pandanganku
masih tertuju kesegala penjuru kampus. Ku rasakan bahagia ketika memasuki
lingkungan kampus. Langkahku tiba-tiba terhenti saat ku menyadari bahwa gedung
Fakultasku belum tuntas dikerjakan. Ku pandangi gedung berlantai 19 yang kini
tepat berada di hadapanku dengan penuh harapan agar pembangunannya cepat
selesai. Meski sudah beberapa kali ditempati untuk perkuliahan namun rasanya
masih kurang nyaman dikarenakan faktor menaiki anak tangga yang tersusun rapi
untuk dijadikan jembatan penyebrangan dari satu lantai ke lantai yang lain,
ruangan yang debu serta kondisi lampu yang terlihat tak ikhlas menampakkan
cahayanya sehingga sering padam. Sementara yang lainnya sudah bisa menikmati
belajarnya seakan tak terjajah oleh ruang dan waktu. Aku tak merasa iri
sedikitpun dengan perbedaan ini. Kesungguhanku memetik bintang di langit
kampuslah yang menjadi tujuanku berhijrah sejauh ini. Aku adalah salah satu
dari segelintir mujahid muda yang meninggalkan kemewahan demi mencari kemewahan
sesungguhnya.
Semakin hari mimpiku
semakin tinggi bagaikan layang-layang yang diterpa angin kemudian dengan lembut
ia menari di atas udara. Seperti burung yang terbang tinggi aku pun ingin
demikian, tapi ku ingin terbang dengan mimpiku menembus langit biru dan
taklukkan kurun waktu yang sudah menjadi teman baruku dikhidupanku. Tak ada
alasan untukku menyerah jika langit tak
mendung dan itulah tekadku. Halangan dan rintangan silih berganti mewarnai
hariku dan dengan pasti dan perlahan ku bisa meniadakannya.
Kodrat manusia yang
cenderung sensitif terhadap hatinya tentulah memberi tumpangan kepada orang
lain untuk berlabuh di dalamnya. Inipun pernah terjadi dalam kehidupanku.
Mengalami kisah cinta yang berujung kabut. Aku tak tahu bagaimana cerita akhir
dari kisah cintaku namun apakah ada keuntungan jika ku mencintainya? Dari
situlah kuputuskan untuk tak ingin mencobanya. Desakkan dari teman-teman agar
aku tak memanjakkan niatku tapi cukuplah mengambil pelajaran di dalamnya. Tapi
inilah umu, gadis kecil dengan berpendirian teguh dan selalu belajar untuk
konsisten terhadap keputusannya. Aku selalu mengharapkan masa-masa yang
menjanjikan kedepannya dan bukanlah hanya sekedar tempat untuk numpang berlabuh
karena tak ada tempat lain. Prinsipku ini serupa dengan sahabatku Nurul yang
senantiasa memberikan sentuhan pencerahan dalam hidupku. Wataknya yang keras
membuat prinsipnya tak mudah goyah. Gadis berkulit putih ini tak mudah menerima
cinta. Hatinya sangat sulit menerima dengan pertimbangan-pertimbangan yang
benar-benar matang. Hal ini yang ku pelajari darinya. Hatinya selalu ikhlas
dengan senyuman yang begitu bersahaja sehinga membuat banyak yang mudah dan jatuh cinta padanya. Tapi
mendapatkan hatinya bagaikan mengharapkan bintang muncul ketika hujan.
Hari ini aku
dikejutkan dengan niat sahabatku Anty dan Inha yang berniat untuk mengajar
anak-anak jalanan membaca dan menulis. Kami sangat menyadari betapa pentingnya
belajar. Tak ada salahnya jika kami memiliki mimpi yang tinggi dan harapan kepada
mereka. Kami ingin menjadi matahari dikegelapan malamnya. Memberikan sedikit
perubahan meski kami tak yakin kedepannya bagaimana, tapi kami tak ingin mereka
hidup tanpa belajar. Jalan hidup mereka hari ini mungkin di jalanan tapi garis
kehidupan mereka kedepannya siapa yang tahu. Bisa jadi mereka menjadi
orang-orang berdasi yang terhormat atau seorang pendidik. Itulah hidup. Tak ada
larangan untuk kita bermimpi karena dengan bermimpi akan memberikan inspirasi
dan jalan bagaimana kita bisa terbang tinggi untuk menggapainya. Dukungan dari
teman-teman meberikan motivasi kepada kami.
Rasa pesimis
sebelumnya memang menghampiri pikiran tapi dengan kekuatan bersama dan
keyakinan yang kuat kami berusaha untuk menepisnya. Aku berusaha meyakinkan
inha dan anty tapi tanpa sepengetahuan mereka aku juga berusaha meyakinkan
diriku sendiri. Apa yang aku pilih hari ini adalah takdirku dan aku tak ingin
takdirku hanya sekedar skenario hayalan.
******
Siang ini
aku menerima telephon dari sahabatku Anty yang sedang dalam keadaan kalut.
“Hallo,
Assalamu’alaykum” sapa Anty
“Wa’alaykum
salam, ada apa Anty..?” tanyaku
“Gini Umu, aku
bersyukur niat kita yang baik mendapat banyak dukungan dari teman-teman. Tapi
sekarang pikiranku kacau, ini masalah Lukman”. Ceritanya singkat. Lukman adalah
sosok pria yang ia cintai beberapa tahun terakhir. Namun, perbedaan karakter
diantara mereka sehinga hubungan mereka menjadi sedikit bermasalah.
“Anty, jangan
jadikan masalah ini membuat kaamu lupa segalanya. Jika dia tidak bisa
menunjukkan yang baik untuk apa kamu harapkan dia? Cinta itu butuh kepastian” .
aku sadar denga berusaha memberikan pengertian ini kepada Anty karena aku
pernah merasakannya tapi aku tak ingin hidupku diperbudak oleh cinta.
“tapi umu, sangat
susah aku melupakannya”. Pintanya.
“Kalau aku bisa
mengapa Anty tidak? Dalam masalah seperti ini jangan hanya menggunakan perasaan
tapi gunakan juga akalmu. Perasaan itu sifatnya sensitif dan cenderung lemah.
Kalau Anty terus-terusan seperti ini bagaimana kamu bisa berubah. Iman kita
akan tergadai jika semuanya kita utamakan cinta “.
“iya kamu benar umu.
Dalam hal ini logikapun harus digunakan. Umu, makasih yaa setidaknya kamu udah
memberikan sedikit pencerahan dalam hatiku”
“Itulah gunanya
teman, mungkin hari ini Anty butuh aku tapi siapa yang menjamin esok atau lusa
aku yang membutuhkan Anty”.
“Hmm, ok deh Umu
udah dulu ya, perasaan udah agak tenang sekarang. Assalamu’alaykum”
“ok, Wa’alaykum
salam”. Tutupku. Dari sinilah aku mulai berpikir. Bahwa aku tidak bisa
menggunakan sayapku untuk terbang tinggi tanpa bantuan dari teman-teman
terdekatku atau siapapun yang aku yakini bisa memberikan motivasi. Suatu
haripun aku tak ingin mengatakan “AKU BERHASIL” melainkan “ KAMI BERHASIL”.
Alangkah indahnya jika bisa terbang tinggi bersama-sama. Ketika sebagiannya
sudah di atas maka ia harus bersedia kembali ke bawah untuk menjemput
teman-temannya untuk terbang bersama. Maka disinilah bendera keberhasil yang
sesungguhnya akan berkibar di udara. Dream high adalah impian semua
orang. Ketika aku menulis cerpen ini kembali ku teringat sahabatku yang butuh
dukungan dariku dan teman lainnya karena perasaan kurang baik. Aku ingin
memberinya cerpenku ini agar ia bisa kembali bangkit dari keterpurukan hatinya
karena cinta. Aku ingin menjadi pesaing yang sehat dengannya di kelas namun
ketika suasana hatinya seperti ini aku pun tidak yakin dia bisa konsentrasi
dalam belajar. Bagiku memiliki saingan akan memberikan semangat juang alam
belajar tersendri. Seseorang pernah bertanya padaku, manakah yang kamu pilih
menjadi ikan kecil di kolam yang besar ataukah menjadi ikan besar di kolam yang kecil. Jawabanku
adalah yang pertama ibarat lebih baik aku jadi orang bodoh diantara orang
pintar dari pada harus menjadi orang pintar diantara orang bodoh. Bukankah itu
lucu. Artinya apalah arti diri ini jika tidak bisa bersaing dengan baik malahan
menjadi pecundang dalam belajar. Jika masalah cinta banyak yang menjadi
pecundang tapi bagiku dalam belajar tidak perlu ada pecundang karena sama saja
ia membuka sepatunya ketika memasuki pusat perbelanjaan yang besar. Aku
bukannya ingin menghina siapapun tapi aku ingin kita sama-sama menghargai apa
yang telah diberikan Allah and just enaught.
Sekarang ini ku
merasakan suatu hambatan baru bagi Mba’e dalam belajar. Kesibukkannya mengajar
membuatnya lemah terhadap perkembangan kualitas belajarnya. Ia memilih untuk
absen belajar di kelas ketika ingin mengajar. Padahal ini adalah mata kuliah
yang sangagt penting dan sangat disayangkan jika harus mendapat penjelsan dari
teman-teman dikarenakan ini mengenai metode penelitian, tentang penulisan
skripsi dan lain sebagainya seputar karya ilmiah. Apalagi saat ini statusya
sudah di semeseter V. Tentulah jangan menganggap remeh terhadap persiapan-
persiapan seperti itu untuk kedepannya. Sebagai teman sekaligus adik aku tidak
akan membiarkanya terus-terusan seperti ini. Tidak ada kata menyerah bagiku
untuk memberikan semangat kepada mereka.
Mottoku adalah
“menjadi pintar itu memang indah tapi membuat orang menjadi pintar jauh lebih
indah”...
Menempa diri, tidak
menyerah ketika mengalami kesulitan, pemberani, daya ingin tahu tinggi,
berpikir positif dan akhirnya memulainya
dengan sebuah mimpi dan meyakini itu akan terjadi. Jadikan ini sebagai prinsip kita sahabat
dalam menuju harapan besar di depan gerbang kesuksesan.
Jadi mulailah masa
muda kita dengan coretan mimpi , coretan cita-cita, coretan harapan. Dan
ijinkan Alam semesta dititahkan Allah ntuk penuhi mimpi-impi dan harap kita...
Kunci meraih Impian
:
¨ Bercita-cita Kuat (Get Dream)
¨ Berusaha sungguh-sungguh (Get Spirit)
¨ Berbagi Sebanyak-banyaknya (Get Share).
I
HAVE A DREAM IN MY DREAM HIGH
DON’T
SCARE TO TRY GUYS..!!!
“jika Kau ingin mengetahui masa
depanmu, maka lihatlah apa uang Engkau lakukan dimasa remajamu”
(Abu Bakar As-Shiddiq)
Alhamdulillah,,jadi..
BalasHapusceritaKu.....
BalasHapus